A. EMPOWERMENT STRES DAN KONFLIK
1. Pengertian Empowerment
Shardlow (1998), pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka.
Empowerment adalah sebuah konsep
pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep
ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered,
participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
Menurut Chamber (Edi Suharto, 2005), pemberdayaan sebagai
paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “peoplecentered, participatory,
empowering, and dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah
proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), tetapi juga keberlanjutan
pembangunan dalam masyarakat.
2. Kunci efektif Empowerment
Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul
karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan
yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi
masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul
karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai
demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang
memadai. Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat
kaitannya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya
dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
3. Pengertian stres
Menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai
suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu
kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang.
Menurut lazarus (1976), stres adalah suatu keadaan psikologis
individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan
eksternal.
Menurut Korchin (1976), keadaan stress muncul apabila
tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan
atau integrasi seseorang.
4. Sumber stres pada manusia
Menurut Robins (1996 :224) sumber stres yang potensial adalah
sebagi berikut :
1. Faktor lingkungan,
meliputi :
a. Ketidakpastian
ekonomi
b. Ketidakpastian politik
c. Ketidakpastian
teknologi
2. Faktor
organisasi, meliputi :
a. Tuntutan tugas
b. Tuntutan peran
c. Tuntutan antar
pribadi
d. Struktur organisasi
e. Kepemimpinan
organisasi
f. Tahapan hidup
organisasi
3. Faktor individual, meliputi :
a. Masalah keluarga
b.Masalah ekonomi
c. Kepribadian
Menurut Grant Brecht (2000), penyebab dari stress dibedakan
menjadi dua macam:
• Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam
kehidupan,seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
• Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari,
seperti pertengkaran rumah tangga,
beban pekerjaan, masalah apa yang akandimakan, dan antri.
5. Pendekatan terhadap stres pada manusia
Menurut Robbins, (2002: 311-312), ada dua pendekatan dalam
mengatasi stres, yaitu:
1. Pendekatan individu
Seorang
karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat
stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
a. Teknik manajemen waktu
b. Meningkatkan latihan fisik
c. Pelatihan pengenduran (relaksasi)
d. Perluasan jaringan dukungan sosial
2. Pendekatan Perusahaan
Beberapa
faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan tugas dan peran, struktur
organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
a. Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja
b. Penggunaan penetapan tujuan
yang realistis
c. Perancangan ulang pekerjaan
d. Peningkatan keterlibatan kerja
e. Perbaikan komunikasi organisasi
f. Penegakkan program kesejahteraan korporasi
6. Definisi konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakatdan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik
dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang
terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
7. Jenis-jenis konflik
Terdapat
berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430)
membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
a. konflik fungsional (Functional
Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok,
dan memperbaiki kinerja kelompok.
b. konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu
konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi
kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu,
tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut
terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut
dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu,
maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik
tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka
konflik tersebut disfungsional.
8. Proses konflik
a. Penyebab konflik
b. Fase laten
c. Fase pemicu
d. Fase esklasi
e. Fase krisis
f. Fase resolusi konflik
g. Fase pasca konflik
B. KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
1. Pengertian komunikasi
Secara etimologis (asal-usul
kata), komunikasi berakar kata Latin, ”comunicare”, artinya
“to make common” –
membuat kesamaan pengertian, kesamaan persepsi. Akar kata Latin lainnya “communis”
atau “communicatus” atau “common” dalam bahasa Inggris yang berarti
“sama”, kesamaan makna (commonness). Ada juga akar kata Latin ”communico”
yang artinya membagi. Maksudnya membagi gagasan, ide, atau pikiran. Sebagai
konsep, William R.
Rivers dkk. (2003) membedakan antara communication (tunggal,
tanpa “s”) dan communications (jamak, dengan “s”).
Communication adalah proses berkomunikasi. Sedangkancommunications adalah
perangkat teknis yang digunakan dalam proses komunikasi, e.g. genderang, asap,
butir batu, telegram, telepon, materi cetak, siaran, dan film. Penjelasan lain
dikemukakan Edward
Sapir. Menurutnya, communication adalah proses
primer, terdiri dari bahasa, gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola
perilaku sosial. Sedangkan communicationsadalah teknik-teknik
sekunder, instrumen, dan sistem yang mendukung proses komunikasi, seperti kode
morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, serta pemancar
siara radio/TV.
Secara terminologis (istilah), kita menemukan banyak definisi komunikasi. The
Oxford English Dictionary, misalnya, mengartikan komunikasi
sebagai “The imparting, conveying, or exchange of ideas, knowledge,
information, etc. “ (Pemberian, penyampaian, atau pertukaran ide,
pengetahuan, informasi, dsb.)
2. Proses komunikasi
Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan
kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara
komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada
umumnya). Proses komunikasi termasuk juga suatu proses penyampaian
informasi dari satu pihak ke pihak lain dimana seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi berasal dari bahasa
latin communis yang berarti sama. Communico, communicatio atau communicare yang
berarti membuat sama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada
kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.
Pada
umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik
badan, dan menunjukkan sikap tertentu seperti tersenyum, mengangkat bahu dan
sebagainya. Komunikasi ini disebut komunikasi nonverbal. Proses komunikasi
bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan
komunikasi pada umumnya). Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi
antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi.
Melalui komunikasi sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat
dipahami oleh pihak lain.
Diagram Proses Komunikasi
3. Hambatan dalam komunikasi
Melakukan komunikasi yang
efektif tidaklah mudah. Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak ada proses komunikasi
yang sebenar-benarnya efektif, karena selalu terdapat hambatan. Hambatan
komunikasi pada umumnya mempunyai dua sifat berikut ini :
a). Hambatan yang bersifat
objektif, yaitu hambatan terhadap proses komunikasi yang tidak disengaja dibuat
oleh pihak lain tetapi lebih disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.
Misalnya karena cuaca, kebisingan kalau komunikasi di tempat ramai, waktu yang
tidak tepat, penggunaan media yang keliru, ataupun karena tidak kesamaan atau
tidak “in tune” dari frame of reference dan field of reference antara
komunikator dengan komunikan.
b). Hambatan yang bersifat
subjektif, yaitu hambatan yang sengaja di buat orang lain sebagai upaya
penentangan, misalnya pertentangan kepentingan, prasangka, tamak, iri hati,
apatisme, dan mencemoohkan komunikasi.
Sedangkan
kalau diklasifikasikan hambatan komunikasi meliputi :
1. Gangguan (Noises), terdiri
dari :
a. Gangguan mekanik (mechanical/channel noise), yaitu gangguan
disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
b. Gangguan semantik (semantic
noise), yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi
rusak. Lebih banyak kekacauan penggunaan bahasa, pengertian suatu istilah atau
konsep terdapat perbedaan antara komunikator dengan komunikan.
c. Gangguan personal (personnel noise), yaitu bersangkutan dengan
kondisi fisik komunikan atau komunikator yang sedang kelelalahan, rasa lapar,
atau sedang ngantuk. Juga kondisi psikologis, misalnya tidak ada minat, bosan,
dan sebagainya.
2. Kepentingan (Interest)
Interest akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu
pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada kaitannya dengan
kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita tetapi juga
menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang akan
merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau
bertentangan dengan suatu kepentingan.
3. Motivasi Motif atau daya
dorong dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Pada umumnya motif
seseorang berbeda-beda jenis maupun intensitas dengan yang lainnya, termasuk intensitas
tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi. Semakin komunikasi sesuai
motivasinya semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik
oleh pihak komunikan.
4. Prasangka (Prejudice)
Sikap seseorang terhadap sesuatu secara umum selalu terdapat dua alternatif
like and dislike, atau pun simpati dan tidak simpati. Dalam sikap negatif
(dislike juga tidak simpati) termasuk prasangka yang akan melahirkan curiga dan
menentang komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa seseorang untuk menarik
kesimpulan atas dasar stereotif (tanpa menggunakan pikiran rasional). Emosi
sering membutakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang nyata, tidak akan
berpikir secara objektif dan segala yang dilihat selalu akan dinilai negatif.
5. Evasi Komunikasi Evasion of
communication adalah gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk
kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi. Menurut E. Cooper
dan M. Johada yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku “Ilmu, Teori
Dan Filsafat Komunikasi” menyatakan beberapa jenis evasi :
a. Menyesatkan pengertian (understanding derailed), contoh : Apabila
seorang mahasiswa menyerukan pada teman-temannya untuk meningkatkan prestasi
belajar dengan jalan rajin masuk kuliah, rajin membaca, dan menghormati dosen.
Maka komunikasinya oleh mahasiswa lain mungkin akan diangggap sebagai usaha
mencari muka.
b. Mencacadkan pesan komunikasi
(message made invalid), contoh : Apabila seorang siswa A tidak disenangi oleh
siswa B, C, D, dan E. Ketika B melihat A sedang dinasehati guru BP, maka B
mengatakan pada C bahwa A sedang dimarahi Guru BP. C mungkin mengatakan pada D
bahwa A sedang dimaki-maki Guru BP. Dan D mengatakan pada E bahwa A diskor oleh
Guru BP.
c. Mengubah kerangka referensi (changing frame of reference),
menunjukkan seseorang yang menggapi komunikasi dengan diukur oleh kerangka
referensi sendiri, menurut seleranya sendiri tanpa memperhatikan kerangka
referensi orang yang akan diberikan pesan tersebut.
4. Komunikasi interpersonal
a. Componential
Definisi
bedasarkan komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati
komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
b. Situasional
Situasi yang menyenangkan akan menciptakan komunikasi yang
menyenangkan pula, dan akan menimbulkan persepsi yang baik pula. Karena pada
dasarnya sikap emosi akan mudah terpancing saat berada pada situasi yang salah,
sehingga akan membentuk persepsi dimana ego akan lebih mendominasi. faktor
situasional akan berpengaruh besar terhadap proses terbentuknya persepsi. Dalam
situasi yang menyenangkan akan menimbulkan persepsi yang menyenangkan, begitu
pula sebaliknya, jika berada pada situasi yang salah maka akan terbentuk
persepsi yang salah pula, serta akan menjadi penghambat dalam proses komunikasi
yang terjadi.
5. Model
pengolahan informasi komunikasi
Model Pengolahan Informasi pada
dasarnya menitikberatkan dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri)
manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data,
merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan
bahasa untuk mengungkapkannya
Model pengolahan informasi dibawah ini ada 4
yaitu:
a. Rational
Proses informasi
adalah proses menerima, menyimpan dan mengungkap kembali informasi. Dalam
proses pembelajaran, proses menerima informasi terjadi pada saat siswa menerima
pelajaran. Proses menyimpan informasi terjadi pada saat siswa harus menghafal,
memahami, dan mencerna pelajaran. Sedangkan proses mengungkap kembali informasi
terjadi pada saat siswa menempuh ujian atau pada saat siswa harus menerapkan pengetahuan
yang telah dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu perlu dikemukakan bahwa informasi masuk ke dalam kesadaran manusia melalui pancaindera, yaitu indera pendengaran, penglihaan, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Informasi masuk ke kesadaran manusia paling banyak melalui indera pendengaran dan penglihatan. Berdasarkan alas an tersebut , maka media yang banyak digunakan adalah media audio, media visual, dan media audiovisual (gabungan media audio dan visual). Belakangan berkembang konsep multimedia, yaitu penggunaan secara serentak lebih daripada satu media dalam proses komunikasi, informasi dan pembelajaran. Konsep multimedia diasarkan atas pertimbangan bahwa penggunaan lebih dari pada satu media yang menyentuh banyak indera akan membuat proses komunikasi termasuk proses pembelajaran lebih efektif.
Dalam proses komunikasi atau proses informasi (dan juga proses pembelajaran) sering dijumpai masalah atau kesulitan. Beberapa masalah dalam proses komunikasi, misalnya:
Ditinjau dari pihak siswa: Kesulitan bahasa, sukar menghafal, terjadi distorsi atau ketidakjelasan, gangguan pancaindera, sulit mengungkap kembali, sulit menerima pelajaran, tidak tertarik terhadap materi yang dipelajari, dsb. Di tinjau dari pendidik, misalnya pendidik tidak mahir mengemas dan menyajikan materi pelajaran, faktor kelelahan, ketidak ajegan, dsb. Ditinjau dari pesan atau materi yang disampaiakan, misalnya: materi berada jauh dari tempat siswa, materi terlau kecil, abstrak, terlalu besar, berbahaya kalau disentuh, dsb.
3. Rasional penggunaan media menurut teori kerucut pengalaman (cone experience)
Idealnya dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan pengalaman nyata dan langsung kepada siswa. Semakin nyata, kongkrit dan langsung, semakin mudah pula siswa dapat menangkap materi pelajaran. Namun karena keadaan, tidak selamanya pendidik dapat memberikan pengalaman secara langsung dan nyata. Karena itu sesuai dengan teori kerucut pengalaman karya Edgar Dale, dalam mengajar jika pengalaman langsung tidak mungkin dilaksanakan, maka digunakan tiruan pengalaman, pengalaman yang didramatisaikan, demonstrasi, karya wisata, pameran, televisi pendidikan, gambar hidup, gambar mati, radio dan rekaman, lambang visual, dan lambang verbal.
Selain itu perlu dikemukakan bahwa informasi masuk ke dalam kesadaran manusia melalui pancaindera, yaitu indera pendengaran, penglihaan, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Informasi masuk ke kesadaran manusia paling banyak melalui indera pendengaran dan penglihatan. Berdasarkan alas an tersebut , maka media yang banyak digunakan adalah media audio, media visual, dan media audiovisual (gabungan media audio dan visual). Belakangan berkembang konsep multimedia, yaitu penggunaan secara serentak lebih daripada satu media dalam proses komunikasi, informasi dan pembelajaran. Konsep multimedia diasarkan atas pertimbangan bahwa penggunaan lebih dari pada satu media yang menyentuh banyak indera akan membuat proses komunikasi termasuk proses pembelajaran lebih efektif.
Dalam proses komunikasi atau proses informasi (dan juga proses pembelajaran) sering dijumpai masalah atau kesulitan. Beberapa masalah dalam proses komunikasi, misalnya:
Ditinjau dari pihak siswa: Kesulitan bahasa, sukar menghafal, terjadi distorsi atau ketidakjelasan, gangguan pancaindera, sulit mengungkap kembali, sulit menerima pelajaran, tidak tertarik terhadap materi yang dipelajari, dsb. Di tinjau dari pendidik, misalnya pendidik tidak mahir mengemas dan menyajikan materi pelajaran, faktor kelelahan, ketidak ajegan, dsb. Ditinjau dari pesan atau materi yang disampaiakan, misalnya: materi berada jauh dari tempat siswa, materi terlau kecil, abstrak, terlalu besar, berbahaya kalau disentuh, dsb.
3. Rasional penggunaan media menurut teori kerucut pengalaman (cone experience)
Idealnya dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan pengalaman nyata dan langsung kepada siswa. Semakin nyata, kongkrit dan langsung, semakin mudah pula siswa dapat menangkap materi pelajaran. Namun karena keadaan, tidak selamanya pendidik dapat memberikan pengalaman secara langsung dan nyata. Karena itu sesuai dengan teori kerucut pengalaman karya Edgar Dale, dalam mengajar jika pengalaman langsung tidak mungkin dilaksanakan, maka digunakan tiruan pengalaman, pengalaman yang didramatisaikan, demonstrasi, karya wisata, pameran, televisi pendidikan, gambar hidup, gambar mati, radio dan rekaman, lambang visual, dan lambang verbal.
b. Limited capacity
c. expert
d. cybernetic
6. Model
interaktif manajemen dalam komunikasi
1. Confidence
Dalam manajemen timbulnya suatu
interaksi karena adanya rasa nyaman. Kenyamanan tersebut dapat membuat suatu
organisasi bertahan lama dan menimbulkan suatu kepercayaan dan pengertian.
2. Immediacy
Ini adalah model organisasi yang
membuat suatu organisasi tersebut menjadi segar dan tidak membosankan
3. Interaction
management
Adanya berbagai interaksi dalam
manajemen seperti mendengarkan dan juga menjelaskan kepada berbagai pihak yang
bersangkutan
4. Expressiveness
Mengembangkan suatu komitmen dalam
suatu organisasi dengan berbagai macam ekspresi perilaku.
5. Other-orientation
Dalam hal ini suatu manajemen
organisasi berorientasi pada pegawai.
Sumber :
www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/…/bab7-stres_lingkungan.pdf, diakses
pada tanggal 12 april 2011, 19.00
Suharto, Edi, (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung:
Refika Aditama
Shardlow, Steven. (1998). Values, Ethics and Social Work. Di dalam : Robert
Adams, Lena Dominelle, Malcolm Payne, editor. Social Work : Themes, Issues
and Critical Debates.London : Mac Millan Press Ltd.