NAMA :
NOVI TALIA
NPM :
15511226
KELAS : 3PA10
A. PENGANTAR
1.
APA ITU MANAJEMEN ?
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno menagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen
belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya,
mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal.
Atau Manajemen (management) adalah
pencapaian tujuan – tujuan organisasi organisasional secara efektif dan efisien melalui
perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya-sumber
daya organisasional.
2. APA YANG DIMAKSUD
DENGAN KEPEMIMPINAN ?
Kepemimpinan (leading) berarti menggunakan
pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan – tujuan
organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai – nilai dan budaya
bersama, mengomunikasikan tujuan – tujuan kepada karyawan di seluruh
organisasi, dan menyuntikkan semangat untuk memperlihatkan kinerja tertinggi
kepada karyawan.
3.
TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders
and Task)
Teori
kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor
situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model
Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the
motivasional system of the leader and the degree to which the leader has
control and influence in a particular situation, the situational favorableness
(Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu
kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin
dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk
menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap
dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang
dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling
tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi
menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi
dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang
tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor
LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang
dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke
terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah
(pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik
dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak
menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi (
pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik
dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. kekuasaan atas dasar
kedudukan/jabatan (Position power) Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini
berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang
kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini
seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah /
dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini
diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b. struktur tugas (task structure) Pada
dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara
jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan
dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak
jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan
kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih
jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila
tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. hubungan antara pemimpin dan
anggo tanya (Leader-member relations) Dalam dimensi ini Fiedler menganggap
sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar
kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas
dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan
penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara
pemimpin-anggota).
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi
teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang
menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini
adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh
kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan
dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.
4.
MODEL
KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat
berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu
membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding
dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan
normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut
permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode
kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic
I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada
pemimpin.
2. Autocratic
II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh
anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian
informasi yang mereka berikan.
3. Consultative
I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui
ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu
membuat keputusan.
4. Consultative
II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat
diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group
II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok,
serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
5. TEORI
PATH-GOAL DALAM KEPEMIMPINAN
salah satu pendekatan yang paling
diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model
kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring
elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating
structure dan consideration serta teori
pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku
pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka
sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin
akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan
dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan,
dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin
membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap
para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka.
Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang
menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan
mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para
bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yang
baik tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena
memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan
bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan
antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari
hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika
melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan
dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan
bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan
mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan
bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
- Fungsi
Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus
mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang
diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
- Fungsi
Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya
dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam
model teori path-goal,
yaitu: personal
characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand(Gibson,
2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian
bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan
melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan
kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan yakni:
a) Letak
Kendali (Locus
of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan
penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa
hasil (reward) yang mereka peroleh
didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang
cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh
dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan
yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b) Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan
yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung
merespon gaya kepemimpinan yang directive,
sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gayakepemimpinan
partisipatif.
c) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka
dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan
tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi,
atau pemimpin yang supportiveyang
lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement
oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung
memilih pemimpin yang supportive.
2.
Karakteristik
Lingkungan
pada faktor situasional path-goal menyatakan bahwa
perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a) Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b) Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Menurut Path-Goal Theory, dua
variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B.
PERENCANAAN, PENETAPAN
MANAJEMEN
1.
PERENCANAAN
MANAJEMEN
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses
mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu,
dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan
proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena
tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana
dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah
rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu
organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan
suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana
bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan
menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan
menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
2.
LANGKAH-LANGKAH
MENYUSUN PERENCANAAN DALAM ORGANISASI
Tahap
1:
·
Menentukan tujuan atau serangkaian
tujuan.
·
Perencanaan dimulai dengan
keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan perusahaan. Tanpa rumusan
tujuan yang jelas, penggunaan sumber daya perusahaan tidak efektif.
Tahap
2:
·
Merumuskan keadaan saat ini.
·
Pemahaman akan kondisi perusahaan
sekarang dan tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang
tersedia untuk pencapaian tujuan, adalah sangat penting. Karena tujuan dan
rencana menyangkut waktu akan datang. Hanya setelah keadaan perusahaan saat ini
dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan kegiatan lebih lanjut.
Tahap kedua ini memerlukan informasi terutama keuangan dan data statistik.
Tahap
3:
·
Mengindentifikasikan segala
kemudahan dan hambatan.
·
Segala kekuatan dan kelemahan serta
kemudahan dan hambatan perlu di identifikasikan, untuk mengukur kemampuan
organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor
lingkungan dalam dan luar yang dapat membantu perusahaan
·
mencapai tujuannya, atau yang
mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan,
masalah dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang,
adalah bagian penting dari proses perencanaan.
Tahap
4:
·
Mengembangkan rencana atau
serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
·
Tahap akhir dalam proses perencanaan
meliputi pengembangan berbagai pilihan kegiatan untuk pencapaian tujuan,
penilaian pilihan kegiatan terbaik (paling memuaskan) di antara
pilihan yang ada.
3.
MANFAAT
PERENCANAAN DALAM SUATU ORGANISASI
·
Ada 4macam yakni :
1.
Membantu manajemen untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan.
2.
Membuat tujuan lebih khusus,
terperinci dan lebih mudah dipahami.
3.
Meminimumkan pekerjaan yang tidak
pasti.
4. Manajer
dapat memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
4.
JENIS
PERENCANAAN DALAM ORGANISASI
Menurut Asnawir Ada tujuh jenis-jenis perencanaan, yang
kesemua itu dilihat dari sudut pandang berbeda, di antara jenis-jenis
perencanaan tersebut adalah:
·
Dilihat dari segi waktu
Dari segi waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Perencanaan jangka panjang, yang
termasuk dalam perencanaan jangka panjang adalah rentang waktu sepuluh sampai tiga
puluh tahun. Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum, dan belum
terperinci.
2.
Perencanaan jangka menengah, jangka
menengah biasanya mempunyai jangka waktu antara lima sampai sepuluh tahun.
3.
Perencanaan jangka pendek, yaitu
perencanaan yang mempunyai jangka waktu antar satu tahun sampai lima tahun.
·
Dilihat dari segi sifatnya
Perencanaan dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Perencanaan kuantitatif, yang
termasuk perencaan kuantitatif adalah semua target dan sasaran dinyatakan
dengan angka-angka.
2.
Perencanaan kualitatif adalah perencanaaan
yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
·
Perencanaan dari segi luas wilayah
Perencanaan pendidikan dipandang dari segi luas wilayah
dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1.
Perencanaan local, yaitu perencanaan
yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang ada di daerah-daerah
dengan sifat yang terbatas.
2.
Perencanaan regional adalah
perencanaan yang ditetapkan di tingkat propinsi.
3.
Perencanaan nasional, adalah
perencanaan di suatau Negara dan dijadikan dasar untuk perencanaan local dan
regional.
4.
Perencanaan internasional yaitu
perencanaan oleh bebebrapa Negara yang melewati batas-batas suatu negara yang
dilaksanakan melalui dari Negara-negara tersebut.
·
Perencanaan dari segi luas jangkauan
Terbagi menjadi dua yaitu:
1.
Perencanaan makro yaitu perencanaan
yang bersifat universal, menyeluruh dan meluas.
2.
Perencanaan mikro adalah perencanaan
yang ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan situasi tertentu.
·
Dari segi prioritas pembuatnya
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga:
1.
Perencanaan sentralisasi, yaitu
perencanaan yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada suatu Negara.
2.
Perencanaan desentralisasi yaitu
perencanaan yang di susun oleh masing-masing wilayah.
3.
Perencanaan dekonsentrasi yaitu
perencanaan gabungan antara sentralisasi dengan desentralisasi.
·
Dari segi obyek
Perencanaan dibagi menjadi dua:
1.
Perencanaan rutin yaitu perencanaan
yang di susun untuk jangka waktu tertentu yang dilakukan setiap tahun.
2.
Perencanaan eksendental, yaitu
perencanaan yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada saat
tertentu.
·
Dari segi proses
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
1.
Perencanaan filosofikal, yaitu
perencanaan yang bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep dari nilai yang
bersifat ideal dan masih memerlukan penafsiran-penafsiran dalam bentuk program.
2.
Perencanaan programial adalah
perencanaan berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal.
3.
Perencanaan operasional yaitu
perencanaan yang jelas dan dapat dilakukan.
Ada juga yang membagi jenis perencanaan menjadi 2 jenis,
yaitu:
1. Rencana strategik
Yang disusun untuk mencapai tujuan umum organisasi, yaitu
melaksanakan misi organisasi. Sering juga disebut Perencanaan Jangkah Panjang
(longe range planning) adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut
tujuan jangka panjang organisasi, kebijakan yang harus diperhatikan, serta
strategi yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk
melaksanakan strategi tersebut harus pula disusun program kerja yang terinci,
mencakup kegiatan yang harus dilakukan, kapan harus dimulai, kapan harus
selesai, dan siapa yang harus bertanggung jawab, serta sumber daya manusia yang
diperlukan. Singkatnya perencanaan strategik adalah proses perencanaan jangka
panjang yang sudah diformalkan, yang digunakan untuk merumuskan tujuan
organisasi serta cara menghadapinya.
2. Rencana operasional
Yang merupakan rincian tentang bagaimana rencana strategik
dilaksanakan. Rencana Operasional terdiri atas bentuk , yaitu :
(1) rencana sekali
pakai (single use plan) yakni rencana yang disusun untuk mencapai tujuan
tertentu dan dibubarkan segera setelah tujuan ini tercapai.
(2) rencana permanen
(standing plans), yakni pendekatan pendekatan yang sudah di standarisasi untuk
menghadapi situasi berulang dan dapat diramalkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr.
MPA.(1988). Teori dan Praktek
Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan
Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar